ADIL KA' TALINO, BACURAMIN KA' SARUGA, BASENGAT KA' JUBATA...

Minggu, 20 April 2008

Belum Ada Perusahaan Yang Beraktifitas di Landak Mengurus IMB

NGABANG- Bupati Landak Drs. Adrianus AS, M.SI menegaskan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Landak dalam hal perusahaan melakukan pembanunan fisik/gedung sifatnya mengarahkan kepada investor untuk memenuhi persyaratan-persyarata IMB. “Sebagaimana diketahui, bahwa sebelum Pemerintah Kabupaten Landak dibentuk berdasarkan UU No. 55 Tahun 1999, sudah ada beberapa perusahaan perkebunan yang aktif di Kabupaten Landak,” kata bupati, belum lama ini, ketika menjawab Pemandangan Umum (PU) Fraksi-Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Landak, terhadap 5 (lima) Rancangan Pearaturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan usaha perkebunan, Restribusi izin usaha dan izin trakyek angkutan umum, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Landak Tahun 2006-2026, Susunan organisasi perangkat daerah dan Restribusi pelayanan kesehatan.
Kemudian sejak diterbitkan Perda Kabupaten Landak No. 3 Tahun 2001 tentang restribus IMB, sehingga saat ini belum ada satupun dari perusahaan yang beraktifitas di Landak yang telah mengurus IMB mereka sehubungan dengan pembangunan fasilitas pendukung bagi perusahaan. Hal ini, kata mantan Kadis Pendidikan ini, disebabakan antara lain masih rendahnya tingkat partisipasi dan kesadaran perusahaan serta faktor kendala lainnya. Untuk menyikapi masalah ini, Pemerintah Kabupaten Landak akan segera membentuk tim terpadu dalam rangka pemutihan IMB.
Bupati juga menjelaskan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 357/KPTS/HK.350/5/2002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan pasal 7 ayat (1) hurup A berbunyi: “ Luas maksimum lahan usaha perkebunan untuk satu perusahaan adalah 20.000 ha dalam 1 provinsi atau 100.000 ha untuk seluruh Indonesia”. Tetapi keputusan Menteri tersebut tidak berlaku lagi dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No. 26/PERMENTAN/OT.140/2/2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan, dalam lampiran 3 menyatakan bahwa” Batas paling luas penggunan areal perkebunan oleh 1 perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah 100.000 ha. Pasal 11 ayat (1), lanjutnya, pada hurup C Raperda ini bermakna bahwa pola pengembangan dan pembiayaan usaha perkebunan dilaksanakan dengan bentuk patungan antara investor dan koperasi yang dilaksanakan secara bertahap. “Konsep ini akan dibahas lebih detail dalam pembahasan Legeslatif,” jelasnya. Masih menyinggung pola pengembangan kebun, pria yang sebentar lagi mendapat gelar Doktor ini mengatakan pasal 11 ayat (2) hurup B, C dan D merupakan pola pengembangan kebun dengan konsep kemitraan berdasarkan luas lahan, pemikiran dasarnya adalah bahwa luas lahan total yang diperuntukkan kebun masyarakat sepantasnya harus lebih luas dari lahan/kebun perusahaan, selanjutnya perbandingan kelayakan penghasilan wajar ekonomi masyarakat per KK menjadi tolak ukur penentu dipilihnya pola kemitraan yang dalam Raperda ini ditawarkan 70-30. Baca selengkapnya di www.kapuaspostlandak.blogspot.com (wan)

1 komentar:

Kristina Dian Safitry mengatakan...

ehm...bentuk konsepnya begitu ya? sebagai masyarakat yg jauh di luar negeri kayak saya nih jadi turut mikir deh...ada sesuatu yg menganjal dengan kebijakan itu meski masih dalam "coretan".

btw, apakah masyarakat juga dilibatkan (dialog) dalam pembuatan konsep, meski pada dasarnya dana itu dari investor dan koperasi?